Jumat, 24 Oktober 2008

उजियन नासीओनल, सेबुः स्त्रतेगी यांग Ironis

Sejak diputuskan, kebijakan UN yang standarnya selalu dinaikan dan dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa selalu menjadi polemik dan bahan perdebatan. Pemerintah berasumsi bahwa dengan menggunakan UN sebagai penentu kelulusan siswa berarti pemerintah sedang membangun pondasi bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia dan standarisasi nilai UN adalah salah satu indikator yang harus dipenuhi. Kita perlu mengapresiasi usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan menggunakan kebijakan yang superficial ini. Namun kalau kita kaji lebih jauh sebenarnya kebijakan pemerintah ini tidak memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah hanya menginginkan jalan pintas saja dengan menetapkan UN yang standar nilainya selalu dinaikan sebagai syarat kelulusan dan lebih memfokuskan pada kuantitas nilai dan jumlah siswa yang lulus. Padahal kalau kita mau jujur kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat ini justru berlawanan dengan usaha meningkatkan kualitas pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam mendorong majunya pendidikan. Di banyak daerah yang kemampuan akademik siswanya rendah yang juga tidak didukung oleh sarana pendidikan yang memadai hanya ada dua fenomena yang mungkin terjadi berkaitan dengan Ujian Nasional: fenomena yang pertama adalah adanya kecurangan yang terencanakan dan tersistem dengan baik yang tidak hanya melibatkan guru dan murid tapi juga kerjasama antar kepala sekolah, tim independen, dan bahkan oknum dinas pendidikan yang menginginkan hasil ujian yang baik untuk daerah tersebut demi kepentingan - kepentingan tertentu. Fenomena yang kedua adalah banyaknya jumlah siswa yang tidak lulus di daerah tertentu karena memang kemampuan akademik siswa yang kurang dan juga kualitas pendidikan yang tidak mendukung dan tidak melakukan kecurangan dengan melaksanakan UN apa adanya, pada kasus yang kedua ini nasib para siswa yang tidak lulus telah membuat para orang tua enggan untuk menyekolahkan anaknya. Mereka berfikir bahwa sayang harus mengeluarkan biaya untuk anak mereka yang kurang secara akademik apabila pada akhirnya mereka tidak lulus UN. Jelas hal ini akan menghambat proses peningkatan pendidikan di Indonesia. Sebenarnya apabila pemerintah bertanggungjawab pemerintah menyiapkan solusi bagi para siswa yang tidak lulus.Misalnya, agar siswa yang tidak lulus yang tidak berminat mengikuti ujian kejar paket akan mendapatkan bea siswa pendidikan dari pemerintah bila mereka mengulang disekolah asal. Dengan adanyan kebijakan ini maka masyarakat akan terkurangi bebannya dan pendidikan mereka juga tidak terlantar. Satu pemikiran yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah adalah perlunya mengkaji ulang kebijakan UN yang tidak efektif. Akan lebih baik jika UN tidak dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa namun hanya sebagai jalan untuk memetakan pencapaian akademik masyarakat sekolah Indonesia dan kebijakan kelulusan dikembalikan pada sekolah dengan pengawasan dari pemerintah. Hal ini akan mengurangi tingkat kecurangan dan angka ketidaklulusan. Dengan tingginya angka ketidakl;ulusan siswa akan menambah jumlah pengangur di Indonesia dan juga membunuh minat orang tua untuk menyekolahkan anak mereka. Sementara itu sembari menyiapkan standarisasi yang lebih manusiawi dan berkeadilan pemerintah perlu mengalokasikan dana yang lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan fasilitas yang memadai an menyelenggarakan pelatihan - pelatihan bagi guru serta mngambil kebijakan yang lebih berpihak pada guru dan pendidikan.

Jumat, 10 Oktober 2008

JALAN MENUJU SURGA ALA WAHHABI

Wahabbi adalah salah satu aliran islam yang keras, super ekslusif sehingga umat islam yang tidak sealiran dengan mereka dianggap kafir dan halal darahnya. Aliran ini dimotori oleh Ibnu Abdul Wahhab yang pada tahapan berikutnya berkolaborasi dengan Ibnu Saud untuk menguasai Arab Saudi dan menjadikannya sebagai negara Islam yang menerapkan aturan islam secara rigid dan intoleran terhadap umat lain. Anehnya, begitu mesra berhubungan dengan Amerika yang mungkin secara akidah justru tidak berada dalam satu lingkaran dengan kita

Fakta bahwa 15 dari 19 pelaku bom bunuh diri di Amerika adalah orang Arab menjadi berkah bagi kita, karena kita dan dunia menjadi terbuka untuk melihat lebih dalam tentang rab dengan Wahhabinya yang telah mencoreng citra islam dan menempatkan islam pada posisi yang sangat buruk di mata dunia. Islam adalah agama pembunuh, begitu kata banyak orang.

Bagi kaum wahhabi ekstrem,surga hanya layak bagi mereka dan priviledge mereka yang tidak memungkinkan orang lain untuk sekedar mencium baunya. jalan surga bagi mereka adalah jalan pintas yang harus disiapkan dengan darah dari senjata yang mereka berondongkan dan ledakkan bom yang mereka pasang untuk memuluskan tiket surga mereka.
Jika setiap umat islam mengikuti gerakan wahhabi dan menjadikan kekerasan sebagai jalan menuju Tuhan, maka sungguh naifnya kita menjadi umat Muhammad yang justru telah diberi teladan bagaimana mencintai dan menyayangi orang lain dan umat lain seperti kita mencintai diri kita sendiri. Islam akan menjadi benar - benar rahmat bagi seluruh umat manusia jika kita sendiri sebagai umat islam bisa menjadi teladan bagi dunia, menyebarkan salam cinta, religiusitas yang menenangkan dan mendamaikan. Semoga saja, amin.

Selasa, 07 Oktober 2008

MEMBANGUN PLURALISME MELALUI SASTRA

Ada wacana yang menarik yang muncul pada saat dialog antara guru dan siswa SMK TI Tegalrejo Magelang dengan 20 penulis internasional pada Agustus 2007 tentang pentingnya membudayakan sastra dalam masyarakat sebagai penguat moral dan jawaban atas berbagai konflik yang mengatasnamakan agama.Terence Ward, seorang penulis Amerika yang telah menelurkan karya emasnyaThe Hidden Face of Iran mengatakan bahwa sangatlah signifikan keberadaan sastra untuk mentransformasikan nilai - nilai kemanusiaan yang lebih universal kepada masyarakat demi membangun toleransi dan juga pluralisme.
Diskusi serupa juga menjadi penghangat pemikiran saat diselenggarakan Gelar Budaya di SMA Islam Secang yang dihadiri oleh berbagai elemen pemuda. Kebanyakan generasi muda sepakat bahwa satu - satunya jalan yang bisa menyelamatkan dunia dari perpecahan adalah toleransi dan semangat pluralisme. Sebuah kesadaran untuk saling menerima dan semangat untuk membangun tatanan dunia baru yang lebih tentram, sejahtera, dan jauh dari banjir darah, kebencian, dan dentuman bom.
Berbicara tentang pluralisme, tentunya kita juga tak lepas dari dunia sastra yang memang secara alamiah memuat nilai - nilai kemanusiaan dan aspek universalitas yang memungkinkan dirinya untuk menjadi agen pendorong terciptanya masyarakat multietnik yang pluralis. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita membudayakan sastra dalam masyarakat yang semakin jauh dari kesadaran estetik dan etik dan cenderung bersifat materilaistik individualistik. Mungkin kita harus mulai dari pribadi kita sebagai unit terkecil dari masyarakat dunia.